Berfikir Kritis

Mengapa kita perlu kritis terhadap film yang kita tonton?
terhadap buku yang sedang kita baca?
terhadap kehalalan makanan yang akan kita santap?

Perlukah kita berfikir kritis? Bila saya dan anda menjawab perlu, maka tidak mengherankan beragamnya pilihan, buku bagaimana cara berfikir kritis dan cerdas yang mengisi rak di toko - toko buku.

Berfikir kritis mengingatkan saya pada seorang guru di bangku Sekolah Menengah Umum. Seorang guru PPKN yang mengajarkan kesederhanaan lewat penampilannya. Mecintai dunia pendidikan meski sudah sangat senior usianya.

Perawakan beliau masih terekam jelas. Bagaimana ketika beliau masuk ke kelas, akan duduk, memulai kelasnya, dan menyampaikan materi demi materi. Bahkan rasa dag dig dug di awal mengenal sistem belajar beliau yang tidak biasa dibandingkan guru lainnya masih terekam jelas bila menapak tilas kembali ke kelas itu. Ke kelas dimana nuansa santun dan berani bersuara dengan cerdas, begitu kental.

Barangkali kebiasaan beliau yang selalu mengawali kelasnya dengan memilih nama secara acak, lalu menodong siswa terpilih untuk berani menyuarakan hasil analisa masing - masing dari satu kalimat pendek pada pernyataan yang beliau pilih, atau pada satu pasal yang sedang kita diskusikan, telah mengajak kami untuk lebih cerdas dalam membaca. Apakah itu dari hasil melihat dan mendengar informasi. Tanpa di sadari, kami telah diajarkan dan terlatih untuk menjadi kritis selama satu tahun bersamanya. Di saat guru se-mata pelajaran dengan beliau, lebih berfokus pada hafalan butiran pasal dan nama menteri.

Alhamdulillah atas kesempatan pernah menjadi anak didik bu Rose. Karena untuk melahirkan siswa yang kritis, sekolah tidak sekedar membutuhkan guru yang bergelar kesarjanaan di bidangnya, melainkan guru yang mecintai dunia pendidikan. Sehinggakan bagaimana mendidik dan apa yang dicari olehnya, dengan satu tujuan: bagaimana ilmu yang dimilikinya bisa bermanfaat baik bagi siswa di hadapannya.