Ayah ibu, dengarlah..
Kamu tidak perlu membuang apelnya
cukup membuang bagian yang busuk saja
agar kamu tidak kehilangan apel itu
cukup membuang bagian yang busuk saja
agar kamu tidak kehilangan apel itu
Pagi ini aku melihat ayahku tidak membawa komputer jinjingnya karena rusak, padahal ada materi presentasi yang berisi kontrak miliaran di dalamnya. Kuhabiskan waktuku untuk mencoba memperbaikinya. Berlari menuju ke kantor ayah untuk menyerahkan komputer jinjing yang sudah kembali menyala dengan materi presentasi yang masih dalam keadaan aman.
Bukan mendapat pujian, caci makinya yang kudapat. Dimarahi karena membolos sekolah dan parahnya ayahku menuduh akulah yang telah merusak komputer miliknya sehingga aku pula yang dapat memperbaikinya kembali.
Apa yang kulakukan tidak pernah benar di matanya.
...
Pernah satu kali aku salah naik bis sepulang sekolah. Aku tersesat. Kucari telepon umum, menghubungi nomer telepon ayah, namun dia terlalu sibuk untuk mengangkat teleponku. Baru malam aku bisa kembali ke rumah. Sesampai di rumah tanpa bertanya terlebih dahulu, ibu langsung memarahiku.
...
Aku dan adik dilarang mengangkat telepon genggam ketika makan bersama. Ibu beralasan perbuatan tersebut tidak sehat dan tidak beretika. Tidak lama kemudian telepon genggam ayah berdering, kata ibu pengecualian diberikan untuk ayah karena pembicaraan tersebut berkaitan dengan kontrak bisnis bernilai jutaan, berbeda denganku. Tapi yang kudengar, suara di seberang yang menelepon ayah hanyalah sebuah panggilan telepon sekedar menanyakan warung pecel lele?
"Itu juga bagian dari hubungan bisnis, memperlancar kontrak dengan membantu mereka menemukan warung pecel lele yang enak.
ceramah yang membosankan!
...
Lewat CCTV yang di pasang di sekolah, adikku ketahuan mencuri uang di kantin sekolah. Ayah dan ibu serta merta memarahi adik, sepulang mereka memenuhi surat panggilan dari sekolah atas hal tersebut, tanpa perlu bertanya terlebih dahulu mengapa anak penurut sepertinya mencuri. Memecut tangannya dengan cambuk.
"aku hanya ingin membeli waktu satu jam ayah untuk menyaksikan ku memerankan peran utama di pagelaran drama di sekolah. Tapi aku sadar butuh waktu satu tahun untuk bisa mengumpulkan 5 juta. Dan ketika itu pagelaran drama telah berlalu..."
...
Dari luar kami terlihat keluarga yang berpunya segalanya, tapi tidak perhatian.Tidak dipungkiri Ayah dan Ibu sangat mecintai kami, mefasilitasi kami dengan segala kemudahan dan kesempatan untuk bisa bersekolah di tempat terbaik, lengkap dengan segala ekstrakurikuler terbaik, dimana tidak semua siswa berkesempatan untuk itu. Tapi mereka lupa, pekerjaan telah membuat mereka jauh. Bahkan harus 'membeli' waktunya untuk sekedar bersedia mengangkat telepon kami.
Bukan materi yang kami butuhkan, bukan kemarahan, bukan tuduhan tanpa bertanya, bukan rerupa kalimat negatif yang kami butuhkan dari ayah dan ibu.. dan bukan pula mba pengasuh
Kedua orang tua tersebut meneteskan air mata penyesalan atas kelalaian mereka setelah membaca tulisan demi tulisan di blog pribadi milik anaknya, yang tampil begitu saja di layar komputer, sesaat mouse tersentuh, ketika mereka sedang menyisiri meja belajar anak lelakinya untuk menghilangkan kekuatiran keterlibatan putranya dengan obat terlarang.
Cerita di atas bisa jadi sebuah tulisan fiksi yang diangkat sebagai gambaran betapa pentingnya kasih sayang diwujudkan dalam bentuk yang tepat.
Mungkin kita masih ingat..
Saat kita masih kecil, ketika kita sedang belajar berjalan, ayah dan ibu menyemangati kita, memberi pujian, penghargaan, bahkan reward, atas sekecil apapun usaha yang telah kita lakukan. Lalu entah kenapa dan kapan seperangkat bentuk perhatian, kasih sayang itu menghilang. Berganti dengan rerupa kalimat negatif. Isi dari apa yang mereka sampaikan tak pernah beranjak dari perintah dan ancaman. Apakah sudah tidak sayang lagi?
Di dalam diri setiap anak ada sisi baik dan ada sisi buruk. Ketika kita berfokus pada sisi buruk, maka ketika itu kita telah perlahan ' mematikan' sisi baik mereka.
Kenyataannya dalam hubungan orang tua dan anak, kita tak cukup sekedar berfikir bahwa kita telah memberikan apa yang terbaik lalu layak untuk mendapatkan tanggapan balik yang semestinya, yang layak kita dapatkan. Tidak cukup sekedar berfikir bahwa sesungguhnya di dalam hati ini aku mecintai anakku atau aku mecintai kedua orang tuaku, lalu membiarkan lidah kita kelu untuk mengatakannya, berganti dengan segala bentuk kalimat negatif yang sesungguhnya enggan kita gunakan. Sebenarnya kita mendapatkan sesuatu dari bagaimana kita menyampaikannya, mengungkapkannya.
Belajar kembali dari seorang bayi yang baru belajar berjalan, bahwa kita butuh untuk disemangati agar mampu bangkit ketika terjatuh.
0 komentar:
Posting Komentar